“Iya, kita memang pasang spanduk seperti itu. Karena draft Raperda pengembalian nama Bengkulu menjadi Bencoolen, sedang digodok. Insya Allah akan segera kita paparkan dalam pertemuan bersama unsur Muspida,” terang Syiafril.
Diungkapkan Syiafril, upaya pengembalian nama tersebut lebih ditekankan pada menghargai sejarah. Meskipun, saat ini banyak pihak yang nampaknya kurang merespon hal tersebut.
“Silahkan saja ada yang setuju atau tidak, sah-sah saja. Namun kita tetap upayakan pengembalian nama. Toh yang berubahkan bukan nama provinsi, tapi hanya nama kota saja. Selain kita menghargai nama Bencoolen yang merupakan pemberian dari Inggris atau British. Tapi justru membuat kita akan lebih ingat dengan sejarah kota,” imbuh Syiafril.
Dalam sejarah ditambahkan Syiafril, Bengkulu dulu dikenal sebagai Bencoolen, Benkoelen, atau Bengkulen, beberapa orang menyebutnya Bangkahulu. Ini merupakan pengaruh norma bahasa Inggris terhadap orang Bengkulu, pada masa abad 18 dan 19. Terlihat dari “orang Bengkulu” akan disebut “Bengkuluan”, jika ditulis menjadi “Benkuluan”.
Yang kemudian pada pengucapan kata tersebut berbunyi “Benkuluen” sehingga berubah total, menjadi “Bencoolen”. Seperti mengacu pada sebutan untuk orang atau suku Bengkulu seperti halnya kata Singaporean untuk orang Singapura.
Banyaknya ikatan sejarah tersebut, membuat Disparbud terus mengupayakan perngembalian nama Kota Bengkulu, terbukti HUT Kota juga dilansir sesuai dengan tanggal penghitungan desain Benteng Malborough. Tak hanya itu hingga hari ini pada titik Tri Angulasi yang terletak di atas Cugung Tapak Paderi masih tertulis Bencoolen.
“Hubungan kita dengan Inggris begitu erat, nol kilometer itu dihitung dari Benteng Malborough yang dibangun oleh Inggris. Bahkan untuk tata kota pun hingga saat ini masih banyak dijumpai persimpangan yang dominan memiliki simpang tiga. Itu merupakan ciri khas pembangunan ala Inggris,” terang Syiafril.
Ditambahkan Syiafril, nama Bengkulu sendiri hingga saat ini belum begitu jelas berasal dari benda atau peristiwa apa.
Ada yang mengatakan bahwa nama tersebut berasal dari peristiwa berdarah ketika Bengkulu terlibat perang dengan kerajaan Aceh, sehingga banyak didapati bangkai-bangkai manusia berserakan sampai ke hulu sungai yang menyebabkan muncul kata “Bangkai ke Hulu” menjadi Bangkahulu.
Sumber lain, menyatakan nama Bengkulu adalah pemberian Demang Lebar Daun (Petinggi Kerajaan Palembang-red) yang melihat bahwa keindahan pantai Bengkulu sama persis dengan keindahan pantai di pulau Bangka. Berdasarkan itu Demang Lebar Daun kemudian mengatakan bahwa daerah ini adalah “Bangka Di Hulu”, yang kemudian berubah menjadi Bangkahulu. “Jika ada sejarah yang sudah jelas, kenapa tidak kita gunakan.
Selain merupakan ikatan sejarah, juga nama tersebut lebih populer ditelinga wisatawan,” ucap Syiafril.
Dalam konsep pariwisata Kota Bengkulu yang sedianya akan dipresentasikan pertengahan April mendatang, ditambahkan Syiafril akan diusung tiga konsep utama yaitu Rapi, Nyaman dan Bersih. Dimana, selain pengembalian nama juga akan ditekankan bahwa kawasan wisata yang ada di Bengkulu harus memenuhi tiga kriteria tersebut.
“Kita tidak ingin orang berwisata ke pantai panjang dominan malam hari. Ke depan pola tersebut akan kita ubah, bahwa Pantai Panjang lebih hidup disiang hari, seperti pantai-pantai lain umumnya. Sehingga masyarakat lebih merasa nyaman. Konsep ini akan dilakukan untuk semua kawasan wisata kota, sehingga tak hanya nama saja yang familiar, tapi kawasan wisatanya juga,” demikian Syiafril [koran rb]